Persaudaraan Muslimah Indonesia, mempelajari Islam Secara Menyeluruh.

Sabtu, 04 April 2020

#RANIA_DAN_SEPOTONG_HATI_YANG_TERLUKA 16- 17 end

#RANIA_DAN_SEPOTONG_HATI_YANG_TERLUKA
Part 16
Oleh: Khayzuran

"Ma, ini ponselnya ketinggalan di mobil..."
Laki-laki itu tidak menuntaskan kalimatnya, pandangan matanya terpaku pada Rania yang sudah mengenakan gaun akad, detak jantungnya berdebar cepat. Yang saling merindukan kini sedang beradu pandang, sama-sama meredam gemuruh di hati. Arjuna menunduk, menyembunyikan rasa perih di hatinya melihat perempuan yang dikagumi dan dicintainya sudah bersiap untuk menjadi istri orang lain.

Ibu Dibyo meraih meraih ponsel yang disodorkan Arjuna.
"Hati-hati ya sayang, nyetirnya jangan ngebut. Dari rumah ke bandara kamu naik taksi online saja. Jangan lupa segera kabari mama kalau sudah sampai Viena."

Ibu Dibyo merentangkan kedua tangannya lalu memeluk anak laki-laki satu-satunya itu. Padahal tadi sebelum masuk ke rumah Rania mereka sudah saling berpelukan saat Arjuna pamit.
"Oke ma, mama jangan khawatir."

Arjuna melepaskan pelukan ibu Dibyo lalu beralih mencium tangan Bu Rima. Alangkah bahagianya hati Arjuna jika hari ini dia mencium tangan ibu Rima sebagai menantunya bukan sebagai pecundang yang lari dan kalah sebelum perang.
"Arjuna pamit ya Bu."
"Hati-hati di jalan Nak, belajar yang baik biar cepat pulang."
Bu Rimapun memeluk Arjuna yang sudah dianggapnya seperti anak sendiri karena Bu Rima sudah mengurus Arjuna sejak Arjuna balita.

Arjuna sedikit menganggukkan kepalanya pada Rania.
"Selamat ya Rania, semoga kalian bahagia, Farhan pasti bisa jadi suami terbaik buat kamu."
Ucap Arjuna tulus, dipaksakannya tersenyum meski ada yang nyeri di hatinya. Sekali lagi mereka saling bertatapan dengan jarak kurang dari satu meter.
"Terimakasih Den, aamiin."
Hanya itu yang mampu diucapkan Rania. Tidak sanggup menatap mata Arjuna yang berkabut.

Arjuna menganggukan kepalanya pada Ameera yang berdiri di samping Rania, tanda hormat.
"Assalamualaikum."
Arjuna balik badan, membungkukkan sedikit badannya saat melewati pintu keluar.
Rania menatap punggung Arjuna yang menghilang dibalik tembok. 

_________________________
"Mas Arjuna datang kesini juga?"
Di luar, Arjuna berpapasan dengan dokter Fauzan yang sepertinya baru sampai.
"Iya mengantar mama saya, kebetulan Pak Mansyur sedang mengantar papa ke luar kota jadi tidak ada yang mengantar mama, aku cuma ngedrop mama saja kok, ini sudah mau pulang lagi, mama pulang besok dijemput papa sama Pak Mansyur."
"Kok cepet-cepet pulang? gak siap lihat Rania menikah dengan orang lain?".

Fauzan tersenyum sinis, Arjuna tidak berniat menimpali.
"Maaf saya permisi dulu."
"Pengecut itu hobinya memang lari dari kenyataan."
Fauzan masih saja memanas-manasi Arjuna.
"Terserah apa kata dokter Fauzan, saya harus segera ke bandara karena besok sore saya harus sudah ada di Viena. Oh ya, terimakasih banyak selama sakit dokter Fauzan sudah banyak membantu saya dalam proses rehabilitasi."
"Melarikan diri dari Rania harus sampai ke Austria? Gak kurang jauh?"

Kali ini Arjuna benar-benar mengabaikan Fauzan dan berjalan cepat menuju mobilnya yang terparkir di lapangan sebrang rumah Rania.
Hati Arjuna sudah sakit dan tidak mau rasa sakit hatinya nertambah lagi hanya karena mendengar ocehan Fauzan yang mungkin sedang mengalami rasa sakit hati yang sama dengan Arjuna. Arjuna dan Fauzan, dua laki-laki hebat yang cemerlang dalam karier, tampan secara fisik, berlimpah secara materi namun keduanya dikalahkan oleh Farhan, laki-laki sederhana yang hanya tamatan sekolah dasar dan mengidap penyakit jantung koroner.

Arjuna melarikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, membelah jalan berliku dan sempit yang lengang, tak terasa ada yang basah di sudut matanya. Selamat tingal Rania.....

_______________________
Farhan sudah duduk bersila dihadapan penghulu, wali nikah Rania, saksi dan kerabat serta teman-teman Farhan dan Rania juga para tetangga yang ingin menyaksikan prosesi sakral pernikahan Rania dan Farhan.

Rania tidak datang ke majelis nikah, kehadirannya diwakili oleh paman Rania yang akan menjadi wali nikahnya. Rania diam di rumahnya bersama keluarga dan teman-temannya yang perempuan.
"Bagaimana Nak Farhan, sudah siap?"
Bapak penghulu bertanya pada Farhan yang sudah mulai tampak gugup. Bibir Farhan sedikit pucat, tangan dan kakinya terasa dingin, detak jantungnya pun seperti berlari lebih cepat.
"Insyaa Allah siap Pak."
Jawab Farhan mantap.

Fauzan yang duduk tidak jauh dari Farhan bibirnya terus komat-kamit, mungkin sedang melafalkan doa berharap sesuatu terjadi menima Farhan hingga akad nikah ini tidak terjadi.
Pak penghulu memulai prosesi akad pernikahan dengan ucapan basmallah. Detak jantung Farhan semakin menguat, iramanya tidak beraturan, keringat dingin mulai menetes dari pelipis Farhan.
Fauzan menatap lekat pada Farhan, seoalah tidak ingin kehilangan momen sedetikpun.

"Saya terima nikah dan kawinnya Rania Aisyah Damanhuri binti Damanhuri dengan maskawin seperangkat alat sholat, emas 5 gram dan buku Tarikh Khulafa dibayar tunai."
"Bagaimana para saksi, sah?"
"Tunggu....."
Seorang perempuan lari tergopoh-gopoh memasuki majelis pernikahan.
"Pernikahan ini tidak boleh terjadi, karena...."
Semua pasang mata tertuju pada perempuan yang sedang menata nafasnya yang ngosngosan karena tadi dia berlari sekuat tenaga agar bisa segera sampai ke tempat ini sebelaum kata "sah" dari para saksi terucap.

-----


#RANIA_DAN_SEPOTONG_HATI_YANG_TERLUKA
Part 17
Oleh: Khayzuran

"Bagaimana para saksi, sah?"
"Tunggu....."
Seorang perempuan lari tergopoh-gopoh memasuki majelis pernikahan.
"Pernikahan ini tidak boleh terjadi, karena...."
Semua pasang mata tertuju pada perempuan yang sedang menata nafasnya yang ngosngosan karena tadi dia berlari sekuat tenaga agar bisa segera sampai ke tempat ini sebelaum kata "sah" dari para saksi terucap.

"Kalian tidak boleh menikah, Kang Farhan itu suami aku, aku sedang mengandung anaknya."
Tangis perempuan itu pecah bersamaan dengan bunyi gaduh dari suara orang-orang yang ada di majelis penikahan Rania dan Farhan.
________________________________
Arjuna memarkir mobilnya di piggir jalan dengan sembarang, wajah Rania dengan gaun broken whitenya terus saja mengejarnya membuat Arjuna tidak bisa konsentrasi saat mengendalikan kemudi. Melihat orang yang kita cintai bahagia tanpa kita menjadi bagiannya itu sangat menyakitkan.
Arjuna, laki-laki mapan berwajah tampan yang selalu bisa mendapatkan perempuan yang diinginkannya kini tak lebih seperti seorang pecundang.

Arjuna menstarter mobilnya, memutar arah kembali menuju rumah Rania. Entah apa yang kini ada dipikiran Arjuna, dia hanya ingin melihat Rania sekali lagi saja sebelum akhirnya Arjuna harus benar-benar ikhlas melepaskan Rania berbahagia dengan Farhan.

Meskipun sebenarnya jauh di lubuk hati Arjuna ia ingin sekali menggagalkan pernikahan Rania dan Farhan, tapi atas dasar apa? Rasa cinta yang Arjuna miliki saja tidak akan cukup untuk membuat Rania berpaling dari Farhan, terlebih beberapa saat lagi mereka akan resmi menjadi suami istri. Arjuna tahu, dirinya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Farhan yang sholeh dan mumpuni dalam ilmu agama. Ya, memang ada orang yang diciptakan ada di hati kita tapi tidak di hidup kita, seperti Rania untuk Arjuna.

Arjuna terus memacu kuda besinya menuju majelis pernikahan Rania dan Farhan, satu detik saja sangat berharga, Arjuna tidak boleh terlambat.

Arjuna tahu menghalangi pernikahan orang-orang baik seperti Rania dan Farhan tidaklah baik karena berarti Arjuna menghalangi mereka untuk saling menyempurnakan agama, menghalangi mereka beribadah pada Allah.
Gawai Arjuna berbunyi, itu telepon dari ibu Dibyo.
"Sayang, kamu sudah sampai mana Nak? Bisakah kembali kesini?"
Dan....
"Brak......"
Sambungan telepon terputus. Gawai yang dipegang Arjuna terlempar jauh saat truk bermuatan kayu menyenggol mobil Arjuna di tikungan tajam hingga membuat mobil itu jatuh menggelinding ke jurang terjal. Terdengar suara dentuman keras di susul asap yang mengepul saat mobil itu mencapai dasar jurang.
-End-
_____________________________________________
Kisah Rania dan Arjuna berlanjut di cerbung #PESAN_UNTUK_ISTRI_SUAMIKU